Yogyakarta, 17 Januari 2022– Mahasiswa AKRB Yogyakarta melakukan kunjungan ke Komisi Penyiaran Informasi Daerah (KPID) untuk memperdalam pengetahuan tentang regulasi dan kode etik penyiaran, didampingi dosen pengampu mata kuliah Hukum dan Kode Etik Penyiaran, Oktaviani Herlina, S.S.,MA. Dalam kunjungannya, mahasiswa memperoleh materi tentang regulasi penyiaran dan dapat mengamati proses pengawasan penyiaran yang dilakukan oleh KPID DIY.

Ketua KPID DIY, Dewi Nurhasanah, S. Th.I.,M.A. dan beberapa komisioner, yaitu Koordinator Bidang Kelembagaan, Hazwan Iskandar Jaya, S.P, Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran, Noviati Roficoh, S.I.Kom dan anggota bidang Pengawasan Isi Siaran, Drs. I Made Arjana Gumbara ikut hadir menyampaikan materi sesuai dengan bidangnya masing-masing.

Menurut Hazwan Iskandar Jaya, S.P, penyiaran perlu diatur karena frekuensi adalah milik publik sehingga aturan diperlukan supaya tidak terjadi rebutan di antara lembaga penyiaran. Koordinator Bidang Kelembagaan ini menjelaskan, publik yang dimaksud melibatkan cakupan yang sangat luas dari balita hingga orang tua. Oleh karena itu, pemerintah dan masyarakat perlu mengatur penyiaran di Indonesia dengan membuat Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS).

Aturan ini mengatur ‘’etik’’ perilaku penyiaran dan ‘’standar’’ ukuran dan nilai yang harus dijalankan. “Standar penyiaran harus dicapai lembaga penyiaran. Untuk bisa mencapai standar, lembaga penyiaran harus punya standar terkait penyiaran. Ketika media penyiaran sudah sesuai standar, maka siarannya pun sehat, ” imbuhnya.

Hazman melanjutkan, media penyiaran perlu diatur karena media memiliki fungsi kontrol sosial. Dengan demikian, media dapat mengontrol dan memberikan pengaruh terhadap publik. Jika informasi yang disampaikan media penyiaran itu salah, tetapi siarannya disiarkan secara terus menerus, maka dapat menggiring publik untuk mempercayai informasi tersebut karena media memiliki kekuatan untuk dapat menggiring opini publik. Dengan adanya fungsi tersebut, penyiaran yang sehat harus memenuhi prinsip diversity of ownership dan diversity of content.

Anggota bidang Pengawasan Isi Siaran, Drs. I Made Arjana Gumbara menambahkan, jika siaran harus diawasi karena dapat memberikan pengaruh bagi masyarakat. Dampak yang ditimbulkan dapat berupa dampak kognitif (pengetahuan), dampak afektif (sikap dan emosi), dan dampak psikomotorik (perubahan perilaku).

Dalam kesempatan ini, Made juga menjelaskan peluang yang muncul akibat adanya migrasi teknologi analog ke digital. ‘’Ini akan menambah kemungkinan konten lokal tayang dalam porsi yang besar.  Peluang bisnisnya sangat besar karena tv digital membutuhkan konten,’’ jelasnya.

Lebih lanjut, Made menjelaskan saat ini ada sebanyak 36 konten lokal tayang di Yogyakarta. Perda DIY No. 13 Tahun 2016 mengatur konten lokal karena dalam terminologi program siaran. Terdapat 5 perspektif urgensi konten lokal, yaitu konten lokal sebagai amanat regulasi, gambaran masyarakat lokal, pengembangan potensi daerah, partisipasi kolektif, dan dapat mewujudkan Sumber Daya Manusia (SDM) lokal. ‘’Konten lokal merupakan manifestasi realitas sosial yang dapat menggali potensi daerah dan menceritakan kearifan lokal,” imbuhnya. Dengan demikian, lembaga juga mengaktifkan dialog lintas sektor untuk dapat memperoleh isu-isu penting yang menjadi hajat kolektif masyarakat.

Senada dengan kedua pembicara lainnya, Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran, Noviati Roficoh, S.I.Kom menjelaskan jika aturan tersebut ada di dalam Perda DIY tentang penyelenggaraan penyiaran. ‘’Aturan tersebut untuk menjamin keberagaman konten supaya isi siaran tidak Jakarta sentris. Potensi lokal dapat disiarkan supaya masyarakat tahu kondisi Jogja,’’ ujarnya.

Novi menjelaskan, saat ini KPID DIY memiliki 6 alat pemantauan yang digunakan untuk melakukan pemantauan siaran di 36 siaran televisi. Sementara untuk siaran radio masih dilakukan pemantauan secara manual karena masih terbatas.’’Untuk itu, terkait pengawasan siaran, KPID DIY juga melibatkan masyarakat luas untuk ikut mengawasi. Jika menemukan pelanggaran, silakan mengadukan ke kami,”tambahnya.

Setiap ada pengaduan masyarakat, KPID DIY akan mencari bentuk pelanggarannya dimana, pasal berapa yang dilanggar, sanksinya apa, dan akan ada surat teguran untuk pembinaan. Hal itu dilakukan untuk memberikan pemahaman kepada lembaga penyiaran supaya tidak terjadi pelanggaran. Di samping memberikan sanksi, KPID DIY juga memberikan penghargaan sebagai bentuk apresiasi kepada lembaga penyiaran. ‘’Selain mengawasi, bagian pengawasan siaran juga bertugas memberikan literasi kepada masyarakat supaya paham,” pungkasnya.

Sementara itu, Ketua KPID DIY, Dewi Nurhasanah, S. Th.I.,M.A menjelaskan, jika KPID DIY dalam menjalankan fungsinya tersebut dibagi ke dalam beberapa bidang, yaitu bidang pengelolaan struktur & sistem siaran, pengawasan isi siaran, kelembagaan, dan perizinan.

Mahasiswa AKRB terlihat sangat antusias dalam mengikuti kegiatan ini dan aktif bertanya kepada pemateri. Kegiatan ini merupakan penutup mata kuliah Hukum Penyiaran dan Kode Etik di Semester Ganjil tahun ajaran 2022/2023. Dengan adanya kegiatan ini, diharapkan mahasiswa memiliki pemahaman yang baik tentang  regulasi sehingga dapat membekali mahasiswa saat nanti mereka terjun di industri penyiaran. (lin)